Hanya ada di Gubuk Rondha bersama Anang NingNong NingGung

Minggu, 01 Mei 2011

Negeri Cinta . . .


Kerinduan yang bagaimana jika semua telah ada di depan mata.
Ketika semua tabir-tabir hati telah terbuka, dan keduanya telah saling memahami apa yang dirasa.

Ketika Layla telah menerima Majnun dan begitu pula sebaliknya.
Ketika Hawa telah berdiri di samping Adam.
Ketika satu hembusan napas menjadi satu kesatuan.
Namun saat itu kerinduan tetap hadir.
Kerinduan yang bagaimana?

Aku selalu merindukan dia.
Walau tidak sepatah mungkin terucap.
Atau ketika beribu ucap tentang kerinduan hadir.
Saat itu, kerinduan tetaplah ada.
Tidak berkurang, bahkan semakin menjadi.
( hadeecchh....... ya ya ya ya,)

Aku ingat, dulu pernah ada sebuah cerita tentang kerinduan yang diibaratkan sepenuh lautan dan samudera,
dan yang mengalir dari ucap adalah seperti apa yang menetes dari jarum yang dicelupkan ke dalam lautan, dan sebutir tetes itulah kerinduan yang hadir dari semua ucap.
Lainnya, tetap menjadi lautan yang berisi palung-palung yang teramat dalam.

Sungguh aku rindu.

Negeri cinta....
Tentang sebuah kisah dengan tema kerinduan.
Bahwa rindu itu tidak berhenti mengalir dan semakin hari semakin deras.
Yang aku takutkan adalah jika pohon-pohon telah habis ditebang, maka rindu akan menjadi banjir.

Apakah engkau pernah melihat tanah-tanah yang tergerus oleh banjir.
Mereka yang terkelupas, mencabut akar-akar.
Demikian pula hati, bila rindu datang membanjir.
Semua akan luluh, terseret rindu ke dalam aliran, mengalir, menuju satu muara: samudera kerinduan.

Namun, jika engkau telah bersatu dengan rindu.
Engkau menjadi hamba lautan.
Kepekatan, keasinan, tidak membuatmu kehilangan jati diri, karena engkaulah rindu. Engkaulah asin sesungguhnya, dan engkaulah lautan sebenarnya.

Semakin dalam, matahari semakin meredup.
Di sana, engkau cuma mampu meraba, karena cahaya telah susut.
Dalam kegelapan, tiada perkataan yang saling berbantahan, karena rindu telah semakin melekat.

Dan evolusi rindu semakin menjadi bahkan mendidih laksana magma.
Mencair dalam api yang mengalir.
Dan pada episode puncak, kerinduanmu akan seperti inti bumi.
Mengikat segala sesuatu, dan tidak ada yang mampu berpaling, termasuk cinta.

Demikianlah Negeri Cinta.
Suatu babak episode tentang rindu aku wartakan.
Agar engkau mengerti wahai bidadari, bahwa kerinduan yang tertulis dan terucap itu adalah seperti tetes air yang mengalir dari jarum yang dicelup ke dalam lautan.
Sungguh, ada bermilyar rindu yang tidak mungkin cukup untuk diwartakan.

Jikalah boleh aku menulis, mungkin tiada cukup tujuh lautan dan seluruh pohon menjadi pena. Tiada akan cukup walau ditambahkan sebanyak itu pula, demi menuliskan kerinduan.

Sejati kerinduan adalah dia yang tak tertulis.
Cuma bersarang di dasar hati.
Seperti inti bumi yang engkau tahu dipawangi oleh api mendidih yang mengalir, demikian juga rindu.
Mengikat segala sesuatu, termasuk cinta, termasuk aku dan kamu.

Kerinduan akan terus memilin, seperti buhul yang mengikat kapal-kapal.
Tak akan terputus.
Tentu, dengan izin Tuhan kita.
Bukankah begitu ?

Apa yang aku tulis, tidaklah mencukupi untuk mewakili apa yang tak tertulis. Sungguh, kerinduan demikian hebat adanya............ Hmmm....

( Gubuk Rondha )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar