Hanya ada di Gubuk Rondha bersama Anang NingNong NingGung

Rabu, 26 September 2012

..tentang kesederhanaan


Pagi seusainya dari waktu subuh, ingin aku tuliskan apa-apa yang terbenak dalam pikiran ku ini. Berwacana mengenai kesederhanaan pastinya banyak hal yang dapat kita kupas. Betapa banyak sudah para pendahulu kita itu hidup dalam kesederhanaan, mulai dari para Nabi, terkhusus tauladan kita Nabi Muhammad saw. Sampai kepada pendahulu kita sang pejuang kemerdekaan yang rela berjuang berkorban segenap jiwa dan raga, hidup dalam kesederhanaan dalam upaya mencapai kemerdekaan negara dan untuk kehidupan yang lebih layak bagi generasi penerusnya.
Seiring dengan bergulirnya waktu, ditambah dengan lesatan teknologi yang kian tak terbendung, seolah membuat kesederhanaan itu menjadi terpinggirkan. Kesederhanaan menjadi sesuatu yang sangat asing, banyak dari pada orang berlomba-lomba atas perlombaan yang salah, berkebalikan dengan kesederhanaan yang sudah di contohkan oleh para generasi pendahulu dan tidak mengherankan jika fakta yang ada saat ini bahwa kesederhanaan saat ini sudah menjadi barang mahal yang tak semua orang mampu untuk menyandangnya.
Cukup aneh memang situasi seperti ini, di mana kesederhanaan dianggap seperti momok yang menakutkan sehingga sebagian orang berusaha menjauhi kesederhanaan itu. Saya pernah mendengar berita bahwa ada seorang pemuda yang mengancam akan melakukan aksi bunuh diri ketika orang tuanya tidak mampu membelikan sepeda motor baginya. Entah atas dasar apa sehingga membuat anak tersebut begitu bersikeras agar dibelikan sepeda motor, apakah karena faktor teman sekitarnya, faktor  ambisi dalam diri, faktor perkembangan zaman, faktor kurang pemahaman terhadap norma dan keprihatinan kepada kedua orang tua nya yang jelas-jelas belum tentu sanggup untuk membelikannya sebuah sepeda motor.
Jika kita pikir, andaikata pandangan ataupun pikiran hidup seorang pemuda tersebut berorientasi pada sebuah “KESEDERHANAAN”, mungkin keinginannya untuk melakukan aksi berbahaya bunuh diri itu tidak akan pernah tersirat dalam pikirannya. Tetapi nampaknya kata kesederhanaan sudah menghilang jauh entah kemana dalam diri anak muda tersebut, sehingga dalam pikirannya adalah bahwa kebahagiaan sejati itu dapat diraih dengan barang-barang teknologi modern seperti halnya sepeda motor tersebut.
Bagi mereka yang sudah dapat menikmati sepeda motor atas hasil pemberian orang tuanya, maka alangkah beruntungnya mereka dan mestilah mereka itu bersyukur. Dari cerita sederhana tersebut, pertanyaan kemudian adalah, apakah seorang pemuda/remaja yang sudah memiliki sepeda motor atau berbagai perangkat teknologi modern telah merasakan kebahagiaan hakiki .. ? Tentu belum !!, motor dan perangkat teknologi modern lainnya bukanlah ukuran untuk menilai kebahagiaan hakiki seorang manusia.
Coba jika kita kaji lebih teliti, betapa banyak pemuda yang memiliki alat-alat teknonogi canggih dan modern mulai seperti misalnya mobil atau sepeda motor keluaran terbaru, hape canggih berlayar lebar yang juga dapat digunakan untuk kebutuhan sosial network, notebook yang mewah dengan grafis monitor yang detail, serta asesoris-asesoris mewah lainya, tetapi hatinya begitu GERSANG karena orientasinya pada kebahagiaan benda, hatinya begitu TERBUDAKI dengan keangkuhan-keangkuhan perangkat teknologi yang cenderung membawa kepada kemewahan, hatinya mungkin menjadi terlupa dengan kesederhanaan yang telah dicontohkan oleh para pendahulu-pendahulunya yang bijak, hatinya kini begitu terobesesi MENGEJAR kemewahan yang sebenarnya sangat tidak berpengaruh bagi masyarakat-masyarakat kelas bawah, mereka yang jangankan untuk membeli barang-barang mewah, yang untuk menyambung hidup sehari-hari pun mereka harus berjuang setengah mati… Astagfirullah.. sungguh kawan kadang begitu lalainya kita menjalani kehidupan yang singkat ini.
Dan bagi kalian para pemuda atau berbagai kalangan yang hidup dalam kesederhanaan, maka MARI kita menjadikan KESEDERHANAAN itu menjadi sebuah PENYEMANGAT, bukan menjadi keserhanaan itu sebagai alat untuk mencari-cari ALASAN yang tidak semestinya kita keluhkan. Mengapa kita merasa terasingkan karena sebuah KESEDERHANAAN, bukankah yang telah kita bicarakan tadi bahwa KESEDERHANAAN itu kini telah menjadi barang mahal yang tak semua orang dapat menyandangnya. Ingat kawan, kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat ini tidak bisa dinilai dengan ukuran barang-barang tekhnologi yang modern, mungkin barang mewah itu dapat menyumbangkan kebahagiaan tapi itu bersifat sangat SEMU kawan, hanya bersifat sementara, setelah itu hati menjadi GERSANG kembali, terlebih jika rasa cinta kita terlalu berlebihan dengan barang mewah itu maka pikiran kita pun akan tersibukkan untuk bagaimana mengamankan barang tersebut agar tidak hilang, tercuri orang, rusak dsb.
Sekali lagi mari kita merefleksikan energi kesederhanaan itu sebagai penyemangat, di zaman yang serba modern saat ini berbagialah bagi mereka yang mampu menggubah energi kesederhanaan itu menjadi penyemangat, tentunya penyemangat dalam hal kebaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar